Jenie
Louisa Magdalena Rendus:
Seorang Ibu yang Selalu Mengandalkan Tuhan
Seorang Ibu yang Selalu Mengandalkan Tuhan
Orangtua memiliki peran yang penting
dalam membesarkan anak. Sama seperti seorang ayah, ibu pun memegang peranan
penting dalam memberikan kasih sayang dan perhatian kepada anaknya. Salah
satunya adalah Jenie Louisa Magdalena Rendus. Beliau lahir di Desa Tombasian
Atas, Sulawesi Utara pada tanggal 16 Januari 1963. Nama yang didapatkannya
berasal dari orang-orang yang penting bagi dirinya, seperti Louisa didapatkan
dari seorang guru bernama ibu Mangindaan yang pada waktu itu sangat disegani,
sedangkan Magdalena berasal dari nama neneknya yaitu Magdalena Wowor. Beliau
merupakan putri dari pasangan suami-istri bernama Kornelius Johanes Rendus (83)
yang lahir pada tanggal 30 September 1932 dengan Mientje Tumuyu (77) yang lahir
pada tanggal 13 Mei 1938. Pekerjaan mereka berdua adalah seorang petani. Sampai
sekarang kedua orangtua Jenie masih sehat dan dapat melakukan aktifitas dengan
baik walaupun tidak sekuat seperti pada waktu lalu. Pasangan suami-istri ini
dikaruniai tiga orang anak. Satu anak perempuan dan dua anak laki-laki. Jenie
Louisa Magdalena Rendus merupakan anak sulung, Rentje Lukas Rendus merupakan anak
kedua yang lahir pada tanggal 14 November 1971, dan si bungsu bernama Jefry Alfian
Rendus yang lahir pada tanggal 7 Agustus 1977. Walaupun pekerjaan kedua
orangtuanya hanyalah seorang petani, semua anaknya telah berkeluarga dan
menikmati kehidupan yang cukup baik dari segi perekonomian dan juga dari segi pendidikan.
Dengan sabar dan tekun orangtua mereka memelihara dan menyekolahkan
anak-anaknya. Orangtua mereka memiliki harapan supaya ketiga anak mereka dapat
menikmati kehidupan yang baik, tidak seperti orangtua mereka yang hanya
mengenyam pendidikan di SD saja. Itu yang pernah dikatakan oleh ayah Jenie
ketika anak-anak masih kecil. Mereka sebagai orangtua punya harapan yang besar
bagi ketiga anak-anaknya supaya mereka semuanya dapat menjadi sarjana. Ternyata
Tuhan mendengar doa dan harapan orangtua sehingga ketiga anak mereka telah
menyelesaikan bangku kuliah dan semuanya telah memiliki gelar S1 dengan jurusan
yang berbeda satu dengan lainnya. Jenie adalah sarjana peternakan, adik
pertamanya yang mengambil jurusan sastra Jerman jadi sarjana bahasa Jerman,
sedangkan adik keduanya yang mengambil jurusan sastra Jepang jadi sarjana
sastra Jepang.
Masa
Kecil di Desa Tombasian
Jenie menghabiskan masa kecil di
tempat kelahirannya bersama orangtua dengan kedua adik dan kakek serta neneknya
di desa Tombasian yang merupakan desa yang berada di pegunungan dengan
ketinggian 700m dpl. Oleh karena itu, desa tersebut selalu terasa sejuk dan
jika malam hari datang akan terasa sangat dingin. Pemandangan desa Tombasian
sangat indah karena dikelilingi dengan pepohonan yang hijau dan dari desa
Tombasian juga dapat terlihat di kejauhan dengan kokoh berdiri sebuah gunung
yang sewaktu-waktu dapat mengeluarkan api dan lahar karena gunung ini termasuk
gunung berapi. Namanya gunung Soputan. Sehingga tanam-tanaman yang di tanam warga
di daerah sekitarnya, baik berupa sayur-mayur, jagung, padi dan tanaman lainnya
dapat tumbuh subur. Karena gunung Soputan sangat terjaga maka sumber air yang
dipakai untuk keperluan sehari-hari oleh warga masyarakat bukan saja oleh
masyarakat Tombasian, tetapi juga oleh warga masyarakat lainnya yang berada di sekitar
gunung, seperti desa Kanonang. Mereka mendapatkannya dari mata air kaki gunung
Soputan dan pada masa lalu dialirkan melalui bambu yang kemudian disambungkan
hingga ke desa. Bambu yang diperlukan sangat banyak hingga mencapai
beratus-ratus ujung bambu karena jarak yang sangat jauh. Namun, dengan semangat
gotong-royong yang sangat kental pada masyarakat membuat semuanya dapat
dikerjakan dengan cepat. Semangat kerja keras, kesatuan, dan kekeluargaan, serta
kebersamaan warga yang ada di desa Tombasian pun sangat membantu. Sudah menjadi
kebiasaan mereka untuk saling bergotong-royong dalam menyelesaikan apapun, termasuk
seperti di kebun maupun acara-acara perkawinan, kedukaan, dan pesta ulang tahun.
Semua warga desa akan turut berpartisipasi. Tradisi gotong-royong tersebut
dinamakan Mapalus.
Di
desa Tombasian, apabila ada orang yang meninggal dunia, di akhir acara duka
keluarga akan menyiapkan makanan untuk para tamu. Hal ini dilakukan agar
keluarga yang ditinggalkan merasa terhibur. Makanan yang disiapkan oleh
keluarga tersebut tentunya dibantu oleh warga desa juga. Warga desa akan
mengumpulkan beras dan uang, kemudian akan memberikannya kepada keluarga yang
berduka. Hal yang dilakukan ini dinamakan Persatuan Umum. Organisasi inilah
yang akan mengelola kegiatan-kegiatan yang bersifat umum.
Selain Persatuan Umum, organisasi
lainnya adalah Persatuan Tolong-Menolong. Dalam organisasi ini, ayah Jenie
menduduki posisi ketua. Kinerja yang dilakukan oleh ayahnya ini sangat baik
sehingga pemerintah pusat mengundang bendaharanya ke Jakarta sebagai apresiasi.
Tidak hanya itu, pemerintah pusat juga memberikan dana bantuan untuk organisasi
tersebut. Dengan adanya apresiasi dari pemerintah pusat maka gairah gotong-royong
masyarakat Tombasian bertambah baik lagi. Selain itu, ada lagi organisasi
lainnya, antara lain Persatuan Sehati, Persatuan Tiga Empat Puluh Malam, Persatuan
Gloria, dan masih banyak lagi. Persatuan-persatuan ini juga dibentuk agar
meringankan keperluan warga desa. Persatuan tersebut seperti menyediakan
keperluan-keperluan baik dari segi peralatan makan maupun tenda (dalam bahasa
Manado sabuah). Hal tersebut selalu
dikerjakan atau dibuat secara bersama-sama. Semua sikap kekeluargaan dan
gotong-royong tersebut tetap dijaga dan dilestarikan sampai sekarang.
Warga desa Tombasian Atas ini banyak
yang memiliki pekerjaan sebagai petani, juga masyarakatnya selain bertani ada
juga yang berprofesi sebagai guru, pegawai negeri sipil, tentara, polisi,
dokter, perawat, dan supir. Mereka sangat rajin dan disiplin dalam bekerja. Misalnya,
bagi masyarakat petani, sejak pagi sekitar jam empat subuh, rombongan warga
telah siap berangkat menuju kebun untuk bekerja. Karena yang bekerja sangat
banyak, tidak butuh waktu yang lama untuk mengerjakan kebun yang begitu luas.
Kebun itu dapat diselesaikan hanya dalam waktu yang singkat. Dalam satu hari,
mereka dapat menyelesaikan tiga sampai empat kebun yang ada. Bukan hanya
dicangkul, tetapi juga sekaligus ditanami jagung yang memang merupakan tumbuhan
utama di kebun-kebun warga. Selain jagung, tumbuhan yang ditanam warga pada kebun
tersebut beraneka ragam seperti, sayur-sayuran, pala wijah, hingga buah-buahan
yang dapat bertahan di daerah dingin. Dengan banyaknya warga yang menanam sayur
di kebun sendiri, hal tersebut dapat menambah penghasilan dan memenuhi
keperluan pribadi. Selain itu juga, dapat meningkatkan kesehatan warga
masyarakat karena mengonsumsi sayuran yang bebas dari pengaruh obat-obat
pembasmi hama tanaman.
Bagi
Jenie, pemandangan tersebut sudah menjadi kesehariannya ketika ia masih kecil.
Kadang-kadang ketika libur, Jenie juga ikut ke kebun bersama orangtua atau
bersama kakek-nenek yang memang kesehariannya bertani. Senang rasanya ikut
bersama mereka karena banyak yang dapat dilakukan sekaligus rekreasi. Jenie
senang melihat pemandangan yang indah dengan pohon-pohon yang hijau dan
menyegarkan. Jenie memang senang dengan pemandangan alam sehingga ketika ada
tugas menggambar Jenie selalu menggambar pemandangan alam, gunung, dan kebun.
Orangtua
Kebanggaan Jenie
Ayah
Jenie sangatlah dikenal oleh warga desa. Ia merupakan salah satu tokoh
masyarakat di desanya. Pendidikannya tidak tinggi tetapi sejak usia remaja,
ayah Jenie telah diangkat oleh masyarakat sebagai Meweteng atau sekarang dikenal sebagai ketua RT. Walaupun usianya
yang begitu muda, ayah Jenie sudah terbiasa memimpin, baik rapat warga maupun memimpin
warga dalam memindahkan rumah dan memimpin persengketaan warga. Di rumahnya
juga sering dijadikan tempat untuk mengurus pertikaian warga, seperti
pertikaian tentang harta warisan tanah, dan pergaulan muda-mudi. Selain itu, rapat
dalam merencanakan pembangunan desa, baik pembangunan mental dan spiritual dan pembangunan
fisik pada gedung pertemuan dan sekolah. Dalam mengurus pertikaian tersebut,
ayahnyalah yang selalu memimpin dan selalu berakhir dengan perdamaian karena memakai
cara musyawarah dan mufakat sehingga perkara dapat diselesaikan dan semua pihak
merasa puas.
Oleh
karena ayah Jenie yang pandai dalam memimpin, perkara yang terjadi tidak pernah
sampai ke pengadilan negeri atau pengadilan tinggi. Ayah Jenie juga dapat
bekerja sama dengan para tokoh masyarakat lain di desa Tombasian dan ayahnya
juga mempunyai relasi yang baik dengan pemerintah di desa tetangga. Dan yang
sangat menonjol dalam kepribadian ayah Jenie adalah beliau seorang yang selalu
berdoa ketika melakukan pekerjaan dan semua anak-anak dapat melihat kekuatan
karakter ayah Jenie dari caranya berbicara dan mengerjakan semua pekerjaannya. Dia
tidak setengah-setengah dalam mengerjakan pekerjaan. Pekerjaan apa saja selalu
dituntaskan dengan baik. Ayah Jenie juga seorang yang tegas dan jujur serta sangat
bertanggung jawab dan mengasihi keluarga sehingga ketika ibu Jenie sakit, ayah
Jenielah yang menyediakan atau memasak makanan untuk keluarga. Dia pun sangat
mengasihi isterinya sehingga mereka selalu bersama. Dan suatu ketika pada saat
isterinya harus dirawat di rumah sakit selama sebulan, ayah Jenie sangat setia
menjaga dan merawat isterinya.
Sementara
itu, Ibu Jenie adalah seorang ibu yang lembut hatinya dan sangat pemurah, juga
selalu jatuh belas kasihannya ketika ada orang yang datang minta tolong. Ibunya
juga selalu memperhatikan kebutuhan anak-anaknya. Setiap hari ibu Jenie selalu
bangun di subuh hari untuk menyiapkan makanan bagi seluruh keluarga dibantu
juga oleh ayahnya di dapur. Kemudian, hal yang sangat mengagumkan yang dibuat
oleh ibu Jenie adalah ketika anak-anak berhari ulang tahun seperti pengalaman
Jenie sendiri ketika dia berhari ulang tahun ibunya selalu menyediakan penganan
atau kue yang dibawa ke sekolah untuk dinikmati oleh teman-teman sekolah Jenie.
Bahkan orangtua Jenie selalu membuat kue atau apa saja sekalipun Jenie sudah
dewasa bahkan telah menikah.
Walaupun
orangtua Jenie hidupnya hanya sederhana, mereka sangat menjunjung tinggi
kehidupan yang menghargai orang lain dan dapat menjadi contoh keluarga yang
selalu menjaga hidup takut akan Tuhan. Orangtua Jenie tidak pernah terlibat
dengan kehidupan yang tidak memuliakan Tuhan dengan selalu menjaga hidup rumah
tangga yang rukun dan harmonis. Dan Tuhan mengaruniakan anak-anak yang baik dan
takut akan Tuhan.
Masa
Perjuangan di Bangku Sekolah
Jenie
Rendus adalah anak yang dikaruniai kepintaran dalam bidang matematika. Ia
menikmati pra sekolahnya di TK GMIM Tombasian Atas. Saat itu, ia dan
keluarganya hidup berpindah-pindah. Hal itu disebabkan karena pada tahun 1968
mereka belum memiliki tempat tinggal yang tetap. Walaupun hidupnya yang selalu
dipenuhi dengan perpindahan, ia tetap dapat menikmati hidupnya. Jenie selalu
merasa gembira dengan teman-teman di lingkungannya. Pada saat itu, ia dan
teman-temannya senang bermain bersama, menyanyi, mendengarkan cerita dari guru
dan kedua orangtuanya, serta jalan-jalan keliling daerah sekitar. Ia selalu
percaya diri dengan lingkungan barunya.
Kemudian,
Jenie pun naik ke pendidikan yang lebih tinggi yaitu Sekolah Dasar. Saat naik
ke bangku Sekolah Dasar, ia mulai belajar dengan serius. Beliau memulai
pendidikannya di bangku Sekolah Dasar pada umur tujuh tahun di SD GMIM
Tombasian Atas. Karena kepintarannya dalam berhitung, Jenie sering
diikutsertakan dalam kompetisi matematika. Ia pernah meraih posisi kedua dalam
kompetisi tersebut. Namun, jika saja pada saat itu guru kelasnya telah
mengajarkan materi tentang akar perkalian, ia dapat meraih posisi pertama. Hanya
karena masalah satu nomor saja, ia tidak dapat meraihnya. Saat kompetisi
tersebut selesai, ia langsung menanyakan soal tersebut ke guru kelasnya yang
sedang berada di sekolah. Jarak antara lokasi lomba di kecamatan dan sekolah
sekitar tujuh kilo meter. Karena tidak mendapatkan juara pertama, ia tidak
dapat meneruskan kompetisinya ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, ia juga
sukses dalam pelajaran yang lain sehingga saat ujian kelulusan ia dapat meraih
juara dua.
Pada tahun 1975, ia melanjutkan
pendidikannya di SMP Kristen Tombasian Atas. Waktu itu, lokasi SMP tersebut
berada di Waleweru yang memiliki arti Rumah Baru. Di SMP, ia menempuh
pendidikan selama tiga tahun setengah. Hal tersebut disebabkan oleh pergantian
menteri pendidikan. Menteri yang menjadi pengganti bernama Daud Jusuf. Menteri
tersebut mengubah tahun ajaran baru di bulan Juli yang sebelumnya berada pada
bulan Januari sehingga angkatan pada tahun tersebut harus menunggu setengah
tahun untuk mengikuti ujian akhir. Seharusnya beliau dapat menyelesaian
pendidikannya di SMP pada bulan Desember 1978, tetapi akhirnya ia harus
menunggu sampai bulan Juni 1979. SMP Kristen Tombasian Atas adalah sekolah
swasta yang mengharuskan para muridnya mengikuti ujian akhir di Desa Rumoong
Atas. Saat hasil dari ujian akhir tersebut keluar, beliau mendapatkan juara dua
di SMPnya. Hal tersebut disebabkan oleh karena ia tidak dapat melewati
saingannya yang selalu mendapatkan peringkat pertama dari Sekolah Dasarnya dulu.
Walaupun dalam hal akademis mereka bersaing, tetapi dalam hal percintaan mereka
saling menyatu. Saat mereka telah mengerti artinya lawan jenis, mereka akhirnya
berpacaran. Mereka selalu melewati kesehariannya bersama-sama. Pasangan
tersebut selalu dikatakan pasangan terpintar yang ada di sekolah. Akan tetapi,
hubungan mereka tidak bertahan lama. Saat keduanya lulus dari SMP, mereka
mengambil SMA yang berbeda. Beliau melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri
Kawangkoan, sedangkan mantan pacarnya melanjutkan ke kota yang lain. Oleh
karena itu, komunikasi antara mereka berdua terputus.
Jenie semakin beranjak dewasa. Saat
memasuki bangku SMA banyak kenangan yang dialami. Melihat pergaulan yang
semakin berkembang, orangtuanya memutuskan untuk mengadakan rapat keluarga
kecil-kecilan. Ayah beliau memanggil Jenie untuk diberikan sebuah nasihat.
Nasihat tersebut berisi tentang masa depan. Ayah beliau menginginkan agar ia
lebih fokus terhadap pendidikan. Ia ingin anak gadisnya untuk lebih giat lagi
belajar dan meraih cita-cita. Ayah Jenie memberikan batasan kepadanya, yaitu di
masa SMA tidak diperbolehkan untuk berpacaran. Namun yang namanya anak muda, ia
tetap saja melawan perkataan orangtuanya. Ia memilih untuk berpacaran. Gadis
yang masih polos tersebut memang melakukan hubungan itu secara diam-diam,
tetapi tetap saja orangtuanya mengetahui hal tersebut. Pada akhirnya orangtua
Jenie tidak bisa melarangnya. Akibatnya, prestasinya mulai menurun dan tidak
lagi secemerlang dulu. Prestasi beliau hanya bertahan sampai kelas 10 semester
1 saja. Ia mendapatkan juara kelas pada waktu itu. Setelah semester 1, semuanya
terasa biasa-biasa saja hingga lulus pada tahun 1982.
Saat
Perkuliahan di Universitas Sam Ratulangi, Manado
Setelah lulus dari SMA, beliau
melanjutkan ke perguruan tinggi. Ia memutuskan untuk mengambil kuliah di
Manado. Saat itu, ada dua pilihan kampus, antara lain pilihan pertama di IKIP
Negeri Manado yang sekarang berganti nama menjadi Universitas Negeri Manado
(Unima) dan pilihan kedua di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat). Beliau
mengikuti tes di kedua universitas tersebut dan hasilnya dinyatakan lulus. Melihat
hasilnya tersebut, muncul rasa kebingungan di hati kecil Jenie. Ia bingung akan
pilihan yang ada. Akhirnya untuk memutuskan hal tersebut, ia meminta
pertolongan Tuhan. Ia berdoa agar diberikan jawaban atas universitas mana yang
seharusnya dipilih. Setelah berdoa, muncullah sebuah jawaban. Beliau memilih
untuk berkuliah di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) dan memilih Fakultas
Peternakan. Ia pun sah menjadi mahasiswi Fakultas Peternakan Angkatan 82. Dalam
fakultas tersebut, ia mengambil jurusan Nutrisi.
Selama perjalanan beliau di
perkuliahan, terbersit sebuah pikiran. “Biar saya jadi gembala saja.” Itulah
kata-kata yang terpikirkan di benak beliau. Pada akhirnya, saat ia menjalani
perkuliahan, ia pun melayani di gereja dengan aktif. Setelah memasuki semester
tiga, beliau juga mulai menghadiri persekutuan mahasiswa yang dilayani oleh Campus Crusade for Christ yang di
Indonesia dikenal dengan nama Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia (LPMI).
Kemudian, saat memasuki semester empat di bulan September tahun 1984, Jenie
memutuskan untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat yang
sebelumnya kehidupan tanpa arah membuat Jenie menjalani hidupnya dengan
biasa-biasa saja. Memasuki tahun 1987, Jenie bersama teman-temannya di tempat
kost mengadakan pemuridan yang dibina oleh para staf LPMI. Mereka mengajarkan
tentang bagaimana hidup yang berarti dan bagaimana menikmati kehidupan yang
penuh dengan sukacita saat kita mengenal Tuhan dan membagi sukacita tersebut
kepada orang lain. “Pelajaran tersebut sangat berarti bagi saya karena saya
jadi belajar untuk lebih bersyukur kepada Tuhan,” tutur Jenie.
Kemudian, ia mengikuti perkuliahan
dengan sangat baik. Hal itu disebabkan oleh lingkungan yang ada di sekitarnya
mendukung ia untuk terus berjuang keras. Lingkungan di tempat kostnya juga sangat
baik. Di sana banyak teman yang takut akan Tuhan. Begitu juga teman-teman
kampusnya yang serius dengan perkuliahan memberikan dampak yang positif bagi
Jenie. Ia terus mengikuti perkuliahan dengan tekun dan tidak terasa ia sudah
memasuki semester akhir. Mulailah masa membuat penelitian. Satu per satu
teman-teman Jenie mempersiapkan hasil penelitiannya. Jenie membuat penelitian
tentang Pengaruh Tingkat Lemah Jenuh Terhadap Ketebalan Lemak pada Babi dengan
menggunakan 5 level ampas kelapa. Selama 3 bulan Jenie meneliti dan pada
akhirnya mengukur ketebalan lemak dan mengambil sampel untuk diuji di laboratorium
untuk melihat tingkat kejenuhan masing-masing penggunaan level ampas kelapa
tersebut. Setelah semua data yang dibutuhkan tersedia, Jenie melanjutkan
pembuatan skripsi di bagian Bab III dan semuanya dikonsultasikan dengan
dosen-dosen pembimbing.
Akhirnya
tiba waktunya untuk menghadap meja hijau. “Memang semuanya sudah dipersiapkan
dengan baik, tetapi tetap saat-saat menanti “waktu untuk maju terasa deg-degan
dan penuh dengan doa,” tutur Jenie. Pada hari itu, Jenie bersama dua teman lainnya
mendapat jadwal yang sama untuk ujian. Tetapi mereka bertiga diuji
masing-masing karena dosen penguji dan pembimbingnya berbeda. Namun, dengan anugerah Tuhan semuanya
berakhir dengan sangat baik. Pada tahun 1988, Jenie dinyatakan lulus bersama
dua temannya yang juga sama-sama diuji pada saat itu. Tentu saja ia sangat
bersyukur dengan hasil kerja kerasnya selama enam tahun perkuliahan yang penuh dengan perjuangan dan tidak sedikit
tantangan dan pergumulan yang dihadapi. Terkadang pada masa kuliah, untuk
membayar uang perkuliahan agak sulit. Hal itu karena orangtua Jenie tidak punya
penghasilan tetap. Mereka hanya mendapatkan uang yang terbilang sedikit
sehingga harus berhemat agar uang yang diberikan cukup sampai bulan berikutnya.
Namun, Jenie sangat bersyukur karena ibunya selalu membantu untuk membuatkan
makanan setiap ia pulang ke kampungnya yang jaraknya jauh dari desa tempat
tinggal orangtua Jenie. Tetapi semuanya terbayar sehingga pada akhirnya
pendidikan dapat diselesaikan.
Perjumpaan dengan Robert
saat Mengikuti Acara “Jakarta 88”
Akan tetapi, sebelum ia
menyelesaikan skripsi, ia menerima tawaran utuk mengikuti sebuah acara di daerah
Jakarta. Ia mendapatkan tawaran dari pendeta Steven Tong dalam sebuah acara
bernama Jakarta 88. Acara tersebut dikemas untuk mendengar ceramah rohani dan
juga terdapat workshop mengenai kepemimpinan Kristen bersama dengan mahasiswa
dari kota Manado dan sebagian besar adalah mahasiswa binaan Lembaga Pelayanan
Mahasiswa Indonesia. Ia pun meminta ijin kepada dosen pembimbingnya dan
akhirnya diperbolehkan untuk ikut. Ia menghadiri acara tersebut bersama sekitar
300 mahasiswa dari Manado. Acara tersebut berlangsung selama tiga hari, tetapi
karena menggunakan kapal perjalanan pulang-pergi memakan waktu 10 hari. Kapal
yang mereka gunakan adalah kapal Kambuna. Pada saat itu, kapal Kambuna melewati
berbagai pelabuhan di kota-kota. Salah satunya adalah pelabuhan Semayang
Balikpapan.
Dari
Balikpapan, ada juga peserta yang sama-sama akan mengikuti acara Jakarta 88
tersebut. Di antara banyak peserta, ada seorang lelaki bernama Robert Lambertus
Rottie yang merupakan staf LPMI Balikpapan. Saat berada di kapal, ia pun
berkenalan dengan Robert. Keduanya semakin hari semakin dekat. Hampir setiap
malam rombongan mereka berdua bersama rombongan yang lainnya mengadakan ibadah
di ruang kelas ekonomi yang sangat luas.
Hal tersebut membuat keduanya semakin menyatu. Ruangan tempat mereka
berdua tidur berada di tempat yang berbeda. Namun, tidak tahu mengapa mereka
berdua selalu bisa bersama dan setiap hari mengobrol tentang banyak hal
termasuk study dan keinginan mereka
ke depannya. Mereka yang sama-sama memiliki minat yang sama akan melayani Tuhan
dan sama-sama datang dari pelayanan yang sama membuat obrolan mereka terus
mengalir. Sesampainya di Jakarta, Jenie dan Robert pun selalu bertemu walaupun
penginapan mereka berbeda. Jenie dan rombongan dari Manado ditempatkan di
asrama Haji Pondok Gede dan dari asrama jika ingin pergi ke tempat acara yang
berada di Senayan, mereka dapat menaiki bus yang telah disediakan oleh panitia.
Bus tersebut akan mengantar sekaligus menjemput mereka kembali ke tempat
asrama.
Mereka semua mengikuti acara dengan
baik. Jenie dan rombongan kembali menaiki kapal Kambuna untuk pulang ke Manado.
Begitu juga Robert bersama rombongan menaiki kapal tersebut untuk pulang ke
Balikpapan. Selama perjalanan pulang tersebut, Robert selalu mendekati Jenie.
Setelah diselidiki lebih dalam, ternyata Robert telah menaruh hati pada Jenie.
Lebih mengejutkannya lagi, Robert telah menyukai Jenie saat pertama kali
bertemu. Akan tetapi, saat mengetahui perasaannya Jenie menjadi bingung. Ia
terus memikirkannya dan berdoa kepada Tuhan. Kemudian ia pun mengambil
keputusan untuk fokus terlebih dahulu kepada kuliahnya yang akan selesai.
Kehidupan
Pelayanan dan Pernikahan
Setelah sampai di Manado, Jenie
langsung menyelesaikan skripsinya dan dinyatakan lulus. Ia tetap aktif dalam
pemuridan yang dilakukan oleh staf LPMI Manado walaupun telah lulus dari kuliah.
Karena ia yang sering datang ke kantor LPMI, ia bertemu kembali dengan pria
tersebut. Robert datang ke Manado bertujuan untuk mengadakan kunjungan
pelayanan. Kejutan pun diberikan oleh Robert kepada Jenie. Pria tersebut
meminta Jenie untuk menjadi pacarnya. Namun, Jenie tidak langsung memberikan
jawaban. Ia meminta pertolongan Tuhan terlebih dahulu. Ia berdoa apakan Tuhan
mengijinkan ia untuk berpacaran dengan Robert. Robert melakukan kunjungan tidak
hanya sekali. Dalam setiap kunjungannya, Jenie terus meminta arahan Tuhan dan
akhirnya ia mengambil keputusan. Keputusan tersebut mengubah kehidupan Jenie
selanjutnya. Ia menerimanya sebagai seorang pacar. Pada saat itu juga, Robert
menantang Jenie untuk melayani Tuhan. Jenie pun menerima tantangan tersebut. Ia
bersama dua rekan lainnya yang berasal dari Manado datang bersama-sama ke
Jakarta untuk mengikuti pelatihan. Mereka bertiga dilatih dari segi
pengetahuan, keterampilan, dan juga sikap hati yang harus dimiliki oleh seorang
Hamba Tuhan. Selama pelatihan, Jenie mengikuti semuanya dengan baik. Setelah
kurang lebih satu tahun, pada bulan Juni 1990 ia berhasil melewati semuanya itu.
Ia menjadi staf LPMI angkatan sebelas. Sementara itu, Robert merupakan staf
LPMI angkatan delapan. Ia telah terlebih dahulu mengikuti pelatihan tersebut.
Kemudian, Jenie kembali ke Manado
karena ia ditempatkan oleh pimpinan LPMI untuk melayani di sana. Ia pun
berpisah dengan Robert. Namun, hal tersebut tidak membuat cinta di antara
mereka menghilang. Mereka berkomunikasi melalui telepon dan juga dengan
surat-menyurat karena pada saat itu handphone
masih jarang ditemukan. Hari demi hari terus berjalan membuat cinta antara
mereka berdua semakin kuat. Mereka mulai serius membicarakan hubungan tersebut.
Pada saat Robert mendapatkan kunjungan pelayanan ke Manado, Robert mengunjungi
keluarga Jenie yang berada di desa untuk melamarnya. Setelah itu, diaturlah
waktu untuk melakukan pertunangan. Karena Robert yang tinggal jauh di
Balikpapan, pertunangan dan pengumuman pernikahan dilakukan secara bersama-sama
di gereja yang berada di desa Jenie. Pada tanggal 26 Januari 1990, Jenie dan
Robert menikah. Jenie mengikuti suaminya ke Balikpapan. Kemudian, karena
pimpinan LPMI meminta mereka untuk ke Samarinda, mereka pun pindah ke sana. Di
Samarinda mereka melayani selama 7 tahun.
Pernikahan
Jenie dan Robert Dianugerahi Dua Anak Perempuan
Pernikahan Jenie
sudah berlangsung selama satu tahun. Tidak menunggu lama Jenie mengandung anak
pertama mereka. Saat anak pertama mereka akan lahir, Jenie kembali ke Manado
karena ia ingin melahirkan anak pertamanya di kota tempat Jenie dibesarkan.
Jenie pergi sendiri ke Manado karena Robert sedang mendapatkan tugas di
Samarinda. Jenie melahirkan melalui operasi caezar.
Karena sudah beberapa hari Jenie kesakitan dan tidak mengalami kemajuan, bayi
di dalam kandungan tidak maju-maju atau pembukaan tidak bertambah karena secara
medis pembukaan seharusnya terus bertambah sampai mencapai 10 cm. Namun, bayi
Jenie tetap saja di pembukaan enam. Padahal sudah hampir dua hari berada di
ruang bersalin. Akhirnya dibuatlah keputusan untuk dioperasi. Kemudian, di hari
tersebut persiapan untuk proses operasi pun dilakukan. Maka pada jam 11.45 pada
tanggal 1 Desember 1991, lahirlah anak pertama mereka yang merupakan seorang
perempuan. Mereka memberikannya nama Priskila Bernita Rottie. Diberi nama
Priskila karena arti namanya adalah “yang tua, yang terkemuka”. Suaminya
kemudian menyusul pulang ke Manado dan kemudian kembali ke Samarinda dua bulan kemudian.
Mereka berangkat bersama ibu mertua dan sepupu untuk membantu mengurus anak
mereka.
Ibu
mertua Jenie hanya berkunjung selama tiga bulan saja, tetapi sangat menolong Jenie
dan suaminya. Hal itu karena ibu mertuanya merupakan satu-satunya orang yang
sudah memiliki pengalaman mengurus bayi. Mereka membutuhkan bantuan dari orang
lain karena sibuk bekerja. Selain mertua Jenie, sepupunya juga ikut membantu.
Sepupu Jenie tersebut bernama Sientje. Dia sangat membantu dan setia menjaga
anak. Kehadiran Sientje sangat menolong juga karena mereka kadang-kadang harus
keluar daerah maupun keluar negeri karena tuntutan pekerjaan.
Kemudian,
Jenie dan suaminya diberikan anugerah lagi oleh Tuhan. Pada tanggal 20 Oktober
1996 lahirlah anak kedua mereka. Mereka memberikannya nama Grace Samantha
Rottie. Nama Grace diberikan karena pada saat kelahiran, Grace dilahirkan
secara normal. Arti dari nama Grace tersebut adalah anugerah. Menurut medis,
hal ini merupakan suatu anugerah karena biasanya jika anak pertama dilahirkan
secara caezar, anak kedua juga
demikian. Tetapi ini semua dapat terjadi karena pertolongan Tuhan.
Perjalanan
Pelayanan Jenie dan Robert di Luar Negeri
Kemudian,
pimpinan LPMI menempatkan kedua pasang suami-istri ini untuk kembali ke
Balikpapan. Selama 7 tahun, ia dan suaminya sama-sama melayani di Balikpapan.
Pada tahun 2002, ia dan suami bersama teman-teman staf lainnya diberi
kesempatan untuk mengunjungi negara Vietnam sebagai apresiasi dari pimpinan
karena sudah melayani cukup lama. Banyak hal yang menarik di negara tersebut.
Salah satun tempat yang dikunjungi adalah Hanoi. Di sana banyak terdapat
danau-danau sedang dan ternyata danau-danau tersebut terbentuk dari bekas
hantaman bom yang diketahui bahwa negara tersebut pada zaman dulu banyak
dihantam bom. Tetapi itu sangat membuat Hanoi memiliki pemandangan yang sangat
indah karena di mana-mana terdapat danau yang sekelilingnya sudah dibuat taman.
Tempat tersebut menjadi tempat warga dalam berekreasi, bersantai dan menikmati
kesejukan air danaunya. Tetapi ada satu hal yang sangat memprihatinkan ketika mereka
melewati satu danau yang di tengahnya ada sebuah bangunan kecil dan untuk
mencapai tempat tersebut harus melewati satu jembatan kecil. Jembatan tersebut
dulunya dipercayai oleh warga sekitar sebagai tempat pengorbanan seorang bayi
jika ingin mendapat apa yang diinginkan. Selain itu, hal yang sangat
memprihatinkan juga adalah ketika mengunjungi rumah sakit. Pemandu mereka
mengatakan bahwa jika ada orang yang sakit, mereka tidak mendapatkan perawatan
yang baik dan bahkan botol infus yang digunakan berasal dari botol bekas karena
menurut negara Vietnam jika seseorang tersebut sudah sakit, maka dia sudah
menjadi sampah masyarakat dan tinggal menunggu ajalnya. Demikian juga jika
terjadi kecelakan lalulintas, maka semua pihak yang terlibat apabila membawa
perkaranya ke pemerintah, semuanya akan dimasukkan ke penjara dalam waktu yang
tidak diketahui kapan akan dikeluarkan. Sehingga pada saat terjadi tabrakan, pelaku
maupun korban tabrakan hanya saling senyum dan masing-masing menyelamatkan
dirinya.
Jenie
dan suami juga sempat berkunjung ke lokasi tempat rumah ibadah di salah satu
desa yang semua bangunan gerejanya hampir berdekatan. Kemudian, ada hal yang
menarik lagi di kota Hanoi, yaitu hampir semua warga khususnya kaum perempuan
tidak ada yang gemuk. Itulah sebabnya hampir sepanjang daerah tempat warga
melintas khususnya di sekitar danau, hampir dimana-mana terdapat timbangan yang
menawarkan jasa untuk menimbang berat badan. Kemungkinan pemerintah membatasi
berat badan warga karena memang negara ini adalah negara komunis yang semuanya
diatur pemerintah, bahkan lahan untuk rumah saja tidak boleh besar. Cukup untuk
bangunan rumah yang sedang dan saking kamarnya kecil, panjang ranjangnya juga
tidak sampai dua meter seperti panjang ranjang pada umumnya. Itulah sedikit
keunikan negara Vietnam.
Setelah
itu, pada tahun 2005 Jenie dan suaminya pergi ke Davao untuk mengikuti
pelatihan pelayanan untuk keluarga. Dua tahun kemudian, Jenie mendapatkan
kesempatan untuk berangkat ke Korea Selatan. Ia mengikuti acara Woga yang
merupakan acara pertemuan hamba-hamba Tuhan perempuan. Acara tersebut dihadiri
sekitar 80 negara. Di acara tersebut, Jenie dan teman-teman banyak mendengar
kesaksian dari berbagai negara termasuk negara Afrika. Mereka juga banyak
berdoa serta mengunjungi gereja yang bangunan gedungnya seperti stadion kecil yang
sekelilingnya terdiri dari kelas-kelas pemuridan dan ada ruang bayi di sekitar
tempat ibadah tersebut agar semua ibu dapat tetap beribadah sambil menjaga
anaknya. Pelayanan yang Jenie jalani pun membuatnya dapat keliling negara dan
membuatnya sangat bersyukur.
Keunikan Kedua Anak Jenie
Jenie
beserta suaminya selalu senang melihat kedua anaknya yang terus berkembang dan
tentunya senang melihat semuanya selalu menuruti perkataan mereka. Jenie
bersyukur bahwa kedua anaknya dapat bertumbuh dengan selalu mengandalkan Tuhan
dan hidup takut akan Tuhan sehingga kedua anaknya diberikan kepandaian yang
berlimpah. Kedua anak mereka masing-masing dengan keunikan yang tidak sama satu
dengan yang lain. Anak pertama mereka, Priskila Bernita Rottie sedikit pendiam.
Pernah suatu saat dia bertanya pada Jenie tentang bagaimana keadaan di surga.
Jenie menjawab bahwa di sana semua orang selalu memuji dan menyembah Tuhan. Priskila
pun kembali bertanya, “Kok tidak bosankah kalau kerjanya tiap hari itu-itu
saja?”
Selain
itu, ia juga pernah mengadu pada Jenie bahwa di kelas kedua teman laki-lakinya
berkelahi. Guru di sekolahnya pun memanggil mereka berdua dan menanyakan tentang
kepada temannya tersebut di bagian mana badan yang kena pukulan temannya. Lalu,
Priskila kaget menyaksikan bahwa gurunya meminta temannnya yang kena pukul
tersebut untuk membalas memukul sesuai tempat yang dipukul oleh temannya. Jenie
yang mendengar hal tersebut menjelaskan tentang bagaimana Yesus mengajarkan
untuk saling mengasihi musuh dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan.
Setelah dijelaskan oleh Jenie, sekarang Priskila menyadari walaupun ia adalah
seorang “musuh”, Priskila tetap harus mengasihinya.
Sementara
itu, hal yang unik dari anak kedua mereka adalah kebiasaan menulis diary. Grace selalu menulis setiap hari
tentang apa saja yang terjadi pada hari itu, baik itu pengalaman baik maupun
buruk. Lalu, di setiap akhir tulisan selalu diakhiri dengan kalimat “semoga
hari esok lebih menyenangkan”. Itulah sedikit kenangan yang bisa teringat dari
anak keduanya. Menurut Jenie, masing-masing anaknya memiliki perbedaan. Namun,
mereka adalah anak milik Tuhan yang mempercayakannya kepada orangtua agar
orangtua mengajarkan kebenaran mengenai ajaran-Nya. Hal ini dilakukan agar
kelak mereka pun saat menjadi orangtua dapat melakukan hal yang sama bagi
anak-anak mereka dan seterusnya sampai generasi ke generasi hidup takut akan
Tuhan tersebut dapat terus berlanjut.
Pendidikan
yang Ditempuh Kedua Anaknya
Seiring
berjalannya waktu, tidak terasa Priskila sudah menyelesaikan S1 dan menyandang
gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Sam Ratulangi. Setelah ia menyelesaikan S1nya,
ia langsung melanjutkan pendidikannya di Universitas Klabat (Unklab). Ia mengambil
S2 di jurusan Manajemen. Jika berjalan lancar, Priskila akan menyelesaikan
kuliahnya pada bulan Desember 2015. Kemudian anak keduanya, Grace Samantha
Rottie dapat menyelesaikan pendidikannya di bangku SMA. Kemudian pada tahun
2014, Grace mendapatkan beasiswa untuk berkuliah di Surya University. Harapan
Jenie tentu saja sama dengan orangtua lainnya. Ia ingin melihat anak keduanya
juga dapat menyelesaikan pendidikannya di bangku perkuliahan dengan tepat
waktu. Ia juga bersama suaminya menginginkan masa depan anak-anak mereka sesuai
dengan kehendak Tuhan.
Selalu Mengandalkan Tuhan
adalah Kunci Kesuksesan
Menurut Jenie,
orang yang sukses adalah bukan yang memiliki segala sesuatu, baik itu dari
kekayaan, kepintaran, mendapatkan semua yang diingini ataupun hal yang lain. Semua
itu hanyalah tambahan. Namun, ketika hidupnya benar dan hidup yang selalu mengandalkan
Tuhan, maka itulah hidup sukses yang sesungguhnya. Seperti kata dalam Matius
6:33, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu
akan ditambahkan kepadamu.” Demikianlah perjalanan hidup Jenie sebagai seorang
ibu dan juga sebagai seorang Hamba Tuhan.
Segala
hormat dan pujian hanya bagi Tuhan yang empunya hidup dan pelayanan ini. Amin.